20 Kali Pertemuan yang Sukses Bikin Freeport Lepas 51% Saham
PT Freeport Indonesia menyepakati persyaratan pemerintah terkait kelanjutan pertambangan di Papua. Kesepakatan itu diumumkan Menteri ESDM Ignasius Jonan bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, di Kementerian ESDM, Selasa (29/8/2017).
CEO Freeport-McMoRan Inc, Richard Adkerson, turut mendampingi Jonan dan Sri Mulyani. Intinya, Freeport sepakat kegiatan tambang di Papua diperpanjang setelah 3 syarat pemerintah terpenuhi.
Pertama, landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan Freeport akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan Kontrak Karya (KK).
Kedua, divestasi saham Freeport sebesar 51% untuk Indonesia. Ketiga, Freeport membangun smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya selesai pada Oktober 2022, kecuali terdapat kondisi force majeur.
Ketiga, penerimaan negara secara agregat lebih besar dibandingkan saat masih berlaku rezim KK. Hal ini didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk Freeport.
Kegiatan tambang Freeport akan diperpanjang hingga 2041 sejak berakhir pada 2021 nanti, namun tidak diberikan sekaligus 20 tahun.
“Perpanjangan pertama diberikan sampai 2031, kedua sampai 2041. Apakah otomatis? Secara hukum tidak bisa, ada persyaratan misalnya harus bayar pajak royalti, tidak melanggar Undang Undang. Selama ini dipenuhi akan diberikan (perpanjangan sampai 2041), ini akan dicantumkan dalam IUPK. Kalau memenuhi ini semua otomatis akan diperpanjang,” tegas Jonan.
Menurut Jonan, butuh pertemuan berkali-kali dengan Freeport sebelum sampai pada kesepakatan itu.
“Ya kira-kira 20 kali, saya selalu laporkan ke presiden,” kata Jonan
Sri Mulyani menambahkan, kesepakatan tersebut bukan hanya memberi kepastian bagi Freeport, tapi juga untuk pemerintah. Kepastian untuk pemerintah adalah dalam hal penerimaan negara yang besarannya lebih tinggi dibandingkan pada saat rezim KK.
“Indonesia untuk bisa memberikan izin operasi yang diperpanjang kita juga membutuhkan kepastian penerimaan, jadi dua-duanya memiliki kepentingan yang sama, yaitu kepastian,” kata Sri Mulyani.
Lepas 51% Saham
Salah satu kesepakatan penting adalah Freeport bersedia melepas 51% saham (divestasi). Artinya, porsi kepemilikan pemerintah di Freeport yang sekarang hanya 9,36% akan menjadi mayoritas.
Divestasi saham Freeport juga menjadi sorotan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Pertama ini mandat presiden dan bisa diterima Freeport Indonesia bahwa divestasi yang akan dilakukan menjadi 51% total,” tutur Jonan.
Selanjutnya, pemerintah dan Freeport akan membahas divestasi itu lebih rinci. Materi pembahasan antara lain, kapan mulai divestasi, mekanisme divestasi, dan harga saham.
Intinya, pemerintah dan Freeport masih perlu duduk bersama lagi.
“Kita selesaikan dulu detail divestasi, smelter itu teknis, tinggal mereka ajukan saja ke kami. Programnya (smelter) bagaimana, kita tinggal monitor. Lampiran divestasi dulu yang mesti kita bahas secara penting,” kata Jonan.
Yang jelas, Holding BUMN tambang tertarik membeli saham Freeport. Holding BUMN pertambangan terdiri dari PT Inalum, PT Aneka Tambang Tbk, PT Timah Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk.
Menteri BUMN, Rini Soemarno, juga telah menyampaikan minat holding BUMN tambang membeli saham Freeport. “Kemungkinan besar iya,” imbuh Rini.
Sedangkan Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Panjaitan, menegaskan divestasi sudah mulai berjalan tahun depan. Menurutnya, pada 2018 nanti porsi saham pemerintah di Freeport akan menjadi 30%
“Kalau saya tidak keliru, 30% itu harus selesai di 2018. Jadi kita berharap 2021 nanti akan selesai 51%,” tutur Luhut.
Sumber : DetikCom Kamis 31 Aug 2017, 08:31 WIB